Kembali |
Nomor Perkara | Penuntut Umum | Terdakwa | Status Perkara |
385/Pid.Sus/2025/PN Cbi | 1.USMAN SAHUBAWA, SH.,MH 2.HAZAIRIN, SH |
KELFIN Bin SUMPENA | Persidangan |
Tanggal Pendaftaran | Selasa, 15 Jul. 2025 | ||||||
Klasifikasi Perkara | Kesehatan | ||||||
Nomor Perkara | 385/Pid.Sus/2025/PN Cbi | ||||||
Tanggal Surat Pelimpahan | Selasa, 15 Jul. 2025 | ||||||
Nomor Surat Pelimpahan | B-2497/M.2.18.3/Eku.2/07/2025 | ||||||
Penuntut Umum |
|
||||||
Terdakwa |
|
||||||
Penasihat Hukum Terdakwa | |||||||
Anak Korban | |||||||
Dakwaan | Pertama : Bahwa ia terdakwa Kelfin Bin Sumpena pada hari Jumat tanggal 07 Maret 2025 sekira pukul 15.00 Wib atau pada suatu waktu dalam bulan Maret tahun 2025 atau pada suatu waktu dalam tahun 2025 bertempat di sebuah kios di Jl. Sentul Citeureup RT. 03 RW. 06 Kp. Babakan Rawa Haur Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Pengadilan Negeri Cibinong “Memproduksi atau mengedarkan sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu yaitu berupa 90 (Sembilan puluh) butir obat keras jenis Tramadol, 80 (delapan puluh) butir obat keras jenis Trihexyphenidyl, 56 (lima puluh enam) butir obat keras jenis Heximer.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa awal mulanya pada hari Jumat tanggal 07 Maret 2025 sekira pukul 14.00 Wib ketika saksi Rahman bersama tim sedang tugas piket di Sat Narkoba Polres Bogor lalu mendapat laporan dari warga yang tidak mau disebutkan identitasnya bahwa di sekitar wilayah Desa Sentul Kec. Babakan Madang sering dijadikan transaksi penyalahgunaan sediaan farmasi jenis obat keras tanpa ijin dan menyebut ciri-ciri terdakwa. Setelah menerima laporan tersebut lalu saksi Rahman dkk. melakukan penyelidikan di Jl. Sentul-Citeureup Kp. Babakan Rawa Haur RT. 03 RW. 06 Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang dan mendapati terdakwa sedang duduk di sebuah kios kemudian saksi Rahman dkk. memeriksa, menggeledah badan dan pakaian terdakwa dan menemukan 90 (Sembilan puluh) butir obat jenis Tramadol, 80 (delapan puluh) butir obat jenis Trihexyphenidyl, 56 (lima puluh enam) butir obat jenis Heximer dan uang tunai sebanyak Rp.95.000,- (sembilan puluh lima ribu) rupiah hasil menjual obat jenis Tramadol, Trihexyphenidyl dan Heximer tersebut di etalase kaca kios tersebut dan 1 (satu) unit Hanphone merek Samsung Galaxy M33 5G warna coklat yang
digunakan untuk mengedarkan obat keras tersebut. kemudian terdakwa menerangkan kalau jenis obat keras berbagai merek tersebut terdakwa dapat dari sdr. Afi (DPO) tanpa resep dokter yang kemudian terdakwa edarkan kembali ke konsumen yang memesan atau datang langsung ke terdakwa dengan tujuan mendapat keuntungan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari terdakwa. Terdakwa menerangkan cara menjual obat keras tersebut dengan cara pembeli berkomunikasi melalui Whatsapp dan janjian untuk bertransaksi dan melakukan pembayaran tunai dan bertemu langsung dengan terdakwa di lokasi tersebut. Bahwa konsumen yang datang dan hendak membeli obat jenis Tramadol kepada terdakwa tidak perlu membawa resep dari dokter. Bahwa ketika terdakwa ditanyakan tidak dapat menunjukan sertifikasi pendidikan di bidang Farmasi serta legalitas dalam menjalankan praktik kefarmasian;
Bahwa setelah itu terdakwa berikut barang bukti dibawa ke Polres Bogor untuk diproses lebih lanjut;
Bahwa berdasarkan peraturan BPOM No.10 tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko sektor obat dan makanan lampiran A.5 standar dan persyaratan sertifikasi cara pembuatan obat yang baik dinyatakan pada ruang lingkup bahwa standar dan persyaratan yang harus dipenuhi pelaku usaha dalam pembuatan obat dana tau bahan obat harus memenuhi standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) untuk memastikan mutu obat dan tau bahan obat yang dihasilkan atau diedarkan. Sertifikat CPOB digunakan sebagai bukti penerapan CPOB bagi pelaku usaha untuk dapat memperoleh izin edar obat. Jika pelaku usaha tidak memiliki sertifikat CPOB dalam produksi obat serta izin edar obat dalam mengedarkan obat maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut tidak memenuhi standard dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu;
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti No. Lab: 1551/NOF/2025 tanggal 26 Maret 2025, telah dilakukan pemeriksaan terhadap :
Berdasarkan hasil Pemeriksaan dan analisa laboratoris kriminalistik disimpulkan bahwa barang bukti dengna nomor :
Bahwa terdakwa dalam melakukan perbuatannya adalah tanpa izin dari pihak berwenang.
Perbuatan terdakwa Kelfin Bin Sumpena tersebut melanggar hukum sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 435 UU RI No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
--- A T A U --- Kedua :
Bahwa ia terdakwa Kelfin Bin Sumpena pada hari Jumat tanggal 07 Maret 2025 sekira pukul 15.00 Wib atau pada suatu waktu dalam bulan Maret tahun 2025 atau pada suatu waktu dalam tahun 2025 bertempat di sebuah kios di Jl. Sentul Citeureup RT. 03 RW. 06 Kp. Babakan Rawa Haur Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Pengadilan
Negeri Cibinong “melakukan kegiatan praktik kefarmasian dengan tidak memiliki keahlian dan kewenangan yaitu terdakwa tidak memiliki keahlian dan kewenangan dalam penyimpanan, pendistribusian, atau penyaluran obat ” yaitu berupa : 90 (Sembilan puluh) butir obat keras jenis Tramadol, 80 (delapan puluh) butir obat keras jenis Trihexyphenidyl, 56 (lima puluh enam) butir obat keras jenis Heximer.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa awal mulanya pada hari Jumat tanggal 07 Maret 2025 sekira pukul 14.00 Wib ketika saksi Rahman bersama tim sedang tugas piket di Sat Narkoba Polres Bogor lalu mendapat laporan dari warga yang tidak mau disebutkan identitasnya bahwa di sekitar wilayah Desa Sentul Kec. Babakan Madang sering dijadikan transaksi penyalahgunaan sediaan farmasi jenis obat keras tanpa ijin dan menyebut ciri-ciri terdakwa. Setelah menerima laporan tersebut lalu saksi Rahman dkk. melakukan penyelidikan di Jl. Sentul-Citeureup Kp. Babakan Rawa Haur RT. 03 RW. 06 Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang dan mendapati terdakwa sedang duduk di sebuah kios kemudian saksi Rahman dkk. memeriksa, menggeledah badan dan pakaian terdakwa dan menemukan 90 (Sembilan puluh) butir obat jenis Tramadol, 80 (delapan puluh) butir obat jenis Trihexyphenidyl, 56 (lima puluh enam) butir obat jenis Heximer dan uang tunai sebanyak Rp.95.000,- (sembilan puluh lima ribu) rupiah hasil menjual obat jenis Tramadol, Trihexyphenidyl dan Heximer tersebut di etalase kaca kios tersebut dan 1 (satu) unit Hanphone merek Samsung Galaxy M33 5G warna coklat yang digunakan untuk mengedarkan obat keras tersebut. kemudian terdakwa menerangkan kalau jenis obat keras berbagai merek tersebut terdakwa dapat dari sdr. Afi (DPO) tanpa resep dokter yang kemudian terdakwa edarkan kembali ke konsumen yang memesan atau datang langsung ke terdakwa dengan tujuan mendapat keuntungan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari terdakwa. Terdakwa menerangkan cara menjual obat keras tersebut dengan cara pembeli berkomunikasi melalui Whatsapp dan janjian untuk bertransaksi dan melakukan pembayaran tunai dan bertemu langsung dengan terdakwa di lokasi tersebut. Bahwa konsumen yang datang dan hendak membeli obat jenis Tramadol kepada terdakwa tidak perlu membawa resep dari dokter. Bahwa ketika terdakwa ditanyakan tidak dapat menunjukan sertifikasi pendidikan di bidang Farmasi serta legalitas dalam menjalankan praktik kefarmasian;
Bahwa setelah itu terdakwa berikut barang bukti dibawa ke Polres Bogor untuk diproses lebih lanjut;
Bahwa berdasarkan peraturan BPOM No.10 tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko sektor obat dan makanan lampiran A.5 standar dan persyaratan sertifikasi cara pembuatan obat yang baik dinyatakan pada ruang lingkup bahwa standar dan persyaratan yang harus dipenuhi pelaku usaha dalam pembuatan obat dana tau bahan obat harus memenuhi standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) untuk memastikan mutu obat dan tau bahan obat yang dihasilkan atau diedarkan. Sertifikat CPOB digunakan sebagai bukti penerapan CPOB bagi pelaku usaha untuk dapat memperoleh izin edar obat. Jika pelaku usaha tidak memiliki sertifikat CPOB dalam produksi obat serta izin edar obat dalam mengedarkan obat maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut tidak memenuhi standard dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu;
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti No. Lab: 1551/NOF/2025 tanggal 26 Maret 2025, telah dilakukan pemeriksaan terhadap :
Berdasarkan hasil Pemeriksaan dan analisa laboratoris kriminalistik disimpulkan bahwa barang bukti dengna nomor :
Bahwa terdakwa dalam melakukan perbuatannya tanpa izin dari pihak berwenang.
Perbuatan terdakwa Kelfin Bin Sumpena sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 436 Ayat (2) UU RI No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. |
||||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |